Diklat Anggota Baru, LPM Activita Stain Pamekasan

Ppmidkmadura, Pamekasan, (9/10) -  Lembaga Pers Mahasiswa (lpm) Activita Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) mengadakan diklat jurnalistik tingakt dasar (DJTD), acara yang bertempat di Aula Stain Pamekasan merupakan acara tahunan untuk penerimaan anggota baru lpm Activita Stain Pamekasan. Acara DJTD yang berlangsung sejak 7-9 Oktober 2016 tersebut, bertemakan “Mengkaji Fakta Dengan Jurnalistik”.

Saat di wawancari seputar tujuan di adakan DJTD. Abd. Gafur selaku Pimpinan Umum Lpm Activita mengatakan bahwa tujuan di adakanya DJTD ini untuk “merekrut mahasiswa Stain Pamekasan untuk siap menjadi seorang Jurnalis, mencari anggota untuk merawat lpm activita kedepannya, dan menjalin silaturrohmi antar lpm di pamekasan maupun di luar pamekasan”, terangnya.

“Bagi peserta DJTD Lpm Activita, agar dapat mengenal lebih jauh dunia jurnalistik, walaupun pada dasar nya DJTD tesebut merupakan materi dasar dalam jurnalistik, dan bagi peserta yang di nyatakan di terima, semoga aktif di lpm Activita”, lanjut Gafur.

Sama seperti Gafur. Muhammad As’adi yang biasa di panggil Adie,  selaku Ketua Pelaksana DJTD Lpm Activita mempunyai harapan besar kepada calon anggota baru Lpm Activita. “DJTD sebagai dasar dunia Jurnalistik, setelah DJTD masih ada proses yang lagi dalam Lpm Activita. Kajian Rutin Lpm Activita, mencari dan menulis berita”, tegasnya.

Munawaroh, (semster 1 prodi bahasa Inggris) yang mengikuti DJTD yang hobi menulis puisi, dan cerpen. Mengatakan “selama ini, saya hanya menulis puisi dan cerpen tanpa tahu dasarnya, tulisan saya ya hanya sekedar tulisan yang mengalir sesuai dengan mood. Tapi, setelah ikut DJTD Lpm Activita, saya merasa banyak kesalahan yang dulu saya tulis tulis ”, terangnya di sela-sela kegiatan DJTD Lpm Activita.

Berbeda dengan Munawaroh, Ahmad Khoiri (semster 3 Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir), yang juga mahasiswa Stain Pamekasan yang berkeinginan menjadi Dosen, Penulis dan Peneliti. “saya mengikuti DJTD ini, karena saya ingin meningkatkan wawasan saya, bisa menulis dengan baik dan benar”, ujurnya.

Kronologis Pembubaran Diskusi Publik Tentang Marxisme dan Kekerasan Pasca 65 Serta Pernyataan Sikap PPMI DK Malang

Negara menjamin setiap warga negara untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, sesuai dengan pasal 28 UUD 1945. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu negara demokratis terbesar di dunia. Namun tujuan negara sesuai yang termaktub dalam Pasal 28 UUD 1945 tercoreng akibat praktik pelarangan diskusi oleh aparat hingga oknum kelompok masyarakat.
Pada (29/9), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang mengadakan diskusi keilmuan bertema Marxisme dan Kekerasan Pasca 1965 di Warung Kopi Albar, Malang. Sebelumnya kegiatan tersebut diagendakan berlangsung di Universitas Islam Malang (Unisma). Berbagai syarat administratif seperti surat peminjaman tempat dan perizinan kegiatan kepada birokrat kampus sudah dilakukan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Fenomena Unisma selaku tuan rumah.
Pada awalnya, Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unisma memberikan izin pada tanggal 28 September, serta awak pers mahasiswa (Persma) Fenomena meminjam ruangan LPPM Gedung B Lt. 2 pada tanggal 24 September 2016. Namun pada hari pelaksanaan, sekitar pukul 09.00 WIB. Safii, salah satu panitia diskusi dari PPMI DK Malang dihubungi oleh seseorang untuk menuju Markas Komando (Mako) Satpam dan diinterogasi mengenai acara yang akan digelar. Di Mako, panitia ditanyakan oleh dua orang yang mengaku tim Satpam.
Siang hari, PD III FKIP menghubungi Safii untuk menghadap ke Rektorat. Saat itu, Safii mengajak Uni selaku Pemimpin Umum LPM Fenomena serta menghubungi Sekjen PPMI Kota Malang, Imam untuk ditanyakan detail acara. Pada pukul 13.00 , Imam, Bayu selaku Advokasi PPMI DK Kota Malang, Wahyu selaku panitia diskusi, dan Uni dari LPM Fenomena hadir di ruang rektorat. Saat itu kami bertemu Pembantu Rektor (PR) I dan PD III FKIP. Saat itu, pihak Unisma menyampaikan tidak bisa memberikan izin diskusi karena terkait masalah administrasi, yakni kurangnya proposal dan pihak PPMI tidak mengabarkan langsung pihak Unisma. Ketika ditanyakan apakah permasalahannya adalah konten acara, pihak Unisma tidak memberikan keterangan, permasalahan menuju ke syarat administrasi peminjaman tempat. Pasca lobbying bersama birokrat Unisma, tim dari PPMI DK Malang menyampaikan bahwa tetap menyelenggarakan diskusi di luar kampus.
Setelah itu, tim PPMI mencari informasi pelarangan diskusi tersebut dan menanyakan ke salah seorang teman di Organisasi Intra Kampus Unisma yang menyatakan banyak orang terduga intelijen dari Kodim dan Polres mendatangi Unisma di pagi hari. Serta dugaan dari Safii, PPMI DK Malang menduga diskusi digagalkan oleh aparat. Bahkan, melalui keterangan dari kawan tersebut panitia diskusi malah diisukan membawa 1 bis eks tahanan politik PKI dari Madiun. Padahal, hal tersebut tidak dilakukan oleh panitia sama sekali.
Sore 29 September 2016, pukul 15.00 panitia menggelar rapat di warung kopi Jelata, daerah Merjosari Malang. Panitia memutuskan untuk tetap menggelar diskusi namun undangannya terbatas, hanya pada internal LPM, Aliansi Jurnalis Independen, dan beberapa organisasi mahasiswa ekstra kampus di Malang. Tempat diskusi dikabarkan pukul 16.20  melalui media Whatsapp, yakni di Warung Kopi Albar pada pukul 18.00.
Pukul 18.00, pemateri yakni Bedjo Untung dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) dan Roy Murtadho dari Front Nadhliyin datang ke lokasi kegiatan. Awalnya pelaksanaan kegiatan berjalan lancar hingga pukul 20.00. Namun, sepanjang pelaksaan kegiatan diskusi satu persatu aparat berpakaian sipil datang ke lokasi acara tanpa menyampaikan identitasnya. Hingga pada pukul 21.00 panitia dihubungi dan diajak berdiskusi di depan pintu gerbang untuk menghentikan kegiatan diskusi karena ada kelompok warga yang tidak suka dengan kegiatan diskusi yang dilaksanakan. Beberapa orang yang tidak diketahui identitasnya bahkan terlihat mengambil foto wajah panitia dan peserta diskusi.
Berbagai negosiasi yang dilakukan untuk melanjutkan acara terpental karena masalah izin dan meresahkan. Akhirnya sekitar pukul 21.30 dua orang yang tidak diketahui identitasnya langsung menghentikan acara ketika diskusi berlangsung. Sontak peserta diskusi langsung mengambil gambar dan terjadi beberapa keributan. Panitia langsung mengamankan pemateri ke tempat penginapan. Bersamaan dengan itu, datang sekitar 7 orang berpakaian gamis dan surban putih ke warung kopi Albar. Diskusi resmi berhenti pada pukul 21.30 serta berbagai pihak yang ada di warung kopi tersebut diminta meninggalkan warung kopi Albar.
Kejadian pada tanggal 29 September 2016 tentu saja mencoreng kebebasan berpendapat dan berkumpul bagi warga negara, khususnya mahasiswa. PPMI DK Malang mengecam keras tindakan represif tersebut dengan alasan apapun. Terlebih tindakan dari aparat negara yang masuk ke ruang – ruang akademis dan keilmuan yang menggangu kegiatan kampus dan mahasiswa. Oleh karena itu PPMI DK Malang yang beranggotakan 23 LPM menyataan sikap:
1.      Menolak represifitas yang dilakukan oleh aparatur negara kepada ruang – ruang diskusi di dalam kampus atau ruang publik.
2.      Mengecam tindakan pelarangan diskusi yang telah dijamin oleh Undang–undang Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.
3.      Mengajak seluruh Lembaga Pers Mahasiswa, Insan Pers, dan Seluruh organisasi mahasiswa yang ada untuk menentang dan mengecam segala tindakan yang represi dan terus berjuang untuk menumbuhkan diskusi keilmuan di dalam kampus atau luar kampus.
4.      Meminta Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu sehingga kejadian represifitas diskusi terkait tema HAM dan kekerasan pasca 1965 tidak terjadi lagi di berbagai tempat lainnya.

Narahubung:
Imam Abu Hanifah (085696931450)
Bayu Diktiarsa (081207874525)
Sofi Irma Rahmawati (085748811143)

KRONOLOGIS PEMBREDELAN PERS MAHASISWA POROS UAD

Selasa (26/4) sekitar pukul 14.00 WIB, Lalu Bintang Wahyu Putra selaku Pimpinan Umum Poros dengan tidak sengaja bertemu Abdul Fadlil, Wakil Rektor III, di lobby kampus. Di pertemuan siang itu Bintang mendapat teguran terkait pemberitaan di buletin Poros yang menurutnya sudah keterlaluan. Sebagai orang yang membidangi urusan kemahasiswaan dan alumni, Fadlil mengatakan dirinya sudah tidak bisa lagi membela Poros saat rapat para pimpinan Universitas.
Buletin Poros edisi Magang yang kedua mengangkat isu tentang pendirian Fakultas Kedokteran. Dalam berita itu ditulis bahwasanya kampus saat ini masih belum maksimal dalam fasilitas namun tetap membuka Fakultas Kedokteran. Berkat berita ini Fadlil kemudian mengatakan dia kecewa dengan Poros dan menuduh Poros sudah keterlaluan dalam pemberitaan.
Merasa tidak paham dengan apa yang dikeluhkan, Bintang kemudian menawarkan Fadlil untuk bertemu guna membahas lebih rinci bagian mana yang menjadi keberatan dalam pemberitaan. Siang itu kami sepakat untuk bertemu lagi keesokan hari di ruangannya.
***
Rabu (27/4) sekitar pukul 12.30 Bintang bersama Pemimpin Redaksi Poros Fara Dewi Tawainella, datang menemui Fadlil di ruangannya. Masih dengan topik yang sama di hari sebelumnya, Fadlil mengungkapkan ketidakterimaannya dengan berita Fakultas Kedokteran tersebut. Dia mengatakan beberapa laporan antara wawancara dan yang ditulis kurang sesuai.
Awal pembicaraan Fadlil hanya mengatakan banyak komplain terkait Poros kepadanya. Namun ia tidak mengatakan spesifik yang dipermasalahkan. Dia mengatakan kenapa Poros selalu memberitakan kejelekan-kejelekan tentang kampus. Kenapa prestasi-prestasi mahasiswa tidak pernah diberitakan. “Masak bapak tu mendanai kegiatan yang seperti itu, yang tidak mengangkat UAD justru melemahkan, ini yang selalu saya dengar,” begitu kata Fadlil.
Fadlil juga mengatakan bahwa Poros tidak ada manfaatnya bagi Universitas. Jika memang tidak ada manfaat tidak apa-apa, asalkan jangan merugikan. Selain itu, pola pikir Poros dalam pemberitaan perlu diluruskan. Fadlil merasa kampus selama ini rugi telah mendanai kegiatan Poros karena tidak pernah memberitakan hal positif tentang kampus. Fadlil meminta kami untuk memberitakan hal-hal positif seperti prestasi mahasiswa agar bisa mendongkrak citra kampus.
Fara waktu itu menanggapi pernyataan Fadlil dengan bertanya bagian mana dalam berita yang menjadi keberatan kampus. “Bagian mana yang dipermasalahkan? Sisi kejurnalistikan atau yang mana pak?” tanya Fara. Ia melanjutkan jika memang ada data yang tidak sesuai atau reporter Poros salah dalam melakukan kerja jurnalistik tolong disampaikan. Namun Fadlil tidak menjawab dengan data atau fakta.
Dia tetap mengatakan bahwa tidak terima dengan berita Fakultas Kedokteran tersebut. Fara kemudian melanjutkan jika memang pihak kampus tidak terima dengan berita bisa menggunakan hak jawabnya. Fara bahkan menjelaskan prosedur jika publik keberatan dengan isi berita.
Fadlil menyatakan apa yang ditulis dalam berita adalah opini Poros, bukan tanggapan narasumber. Hal ini karena ada dosen yang menghubungi rektorat dan menyampaikan tidak mengatakan seperti yang tertulis dalam buletin Poros. Padahal Poros memiliki bukti rekaman dan transkip seperti apa yang tertulis dalam buletin.
Karena jawaban Fadlil dirasa melebar kemana-mana, Bintang menyarankan untuk memperjelas keluhannya. Apakah keluhan tersebut dari segi jurnalistik atau organisasi. Jika yang dikeluhkan adalah berita maka sebutkan poin mana saja yang menurutnya tidak sesuai. Dalam pertemuan di ruangannya itu, Bintang dan Fara telah mengulangi pertanyaan yang sama sekitar enam kali. Namun tetap tidak menemukan jawaban yang jelas, yakni tidak terima dengan isu yang diangkat di berita. Fadlil tidak terima dengan berita Fakultas Kedokteran lantaran katanya kampus telah berusaha selama empat tahun untuk mendapat izin pendirian.
Fadlil mempertanyakan pola pikir Poros yang tidak mengangkat prestasi mahasiswa. Ia mengatakan tidak bermaksud membenci Poros. Namun karena ia adalah pembimbing di bidang kemahasiswaan.
“Jangan sampai anda pada jalan yang tidak betul,” ujar Fadlil.
Saat itu juga Fadlil mengatakan “Sudah ada intruksi kegiatan (Poros) diberhentikan.”
Bintang dan Fara mempertanyakan pertimbangan. Fadlil menjawab hanya keberatan atas apa yang diberitakan oleh Poros. “Hanya tadi itu, maka anda perlu berusaha meyakinkan pimpinan yang lain. Anda kirim surat permohonan maaf. Anda dianggap selama ini tidak memberikan manfaat,” tuturnya.
Di akhir pertemuan Fadlil mengatakan bahwa Poros telah dibekukan kegiatan organisasinya di kampus. Artinya Poros sudah tidak bisa melakukan kerja jurnalistik dan rangkaian kegiatan organisasi lainnya. Pembekuan hanya dengan pertimbangan ketidaksukaan terhadap isu yang diangkat dan Poros dianggap melemahkan kampus serta tidak bermanfaat. Dia juga menambahkan dirinya sama sekali tidak membenci Poros, namun apa yang dia sampaikan merupakan hasil rapat dengan jajaran Rektorat.
***
Kamis (28/4) sekitar pukul 10.00 WIB Bintang datang ke Biro Mahasiswa dan Alumni (BIMAWA), lembaga yang menaungi urusan pendanaan kegiatan organisasi mahasiswa. Kedatangan Bintang bertujuan menanyakan proposal kegiatan yang ia masukan ke BIMAWA tanggal 26 April. Hendro Setyono, kepala Kepala Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, waktu itu mengatakan proposal kegiatan Poros tidak bisa diproses karena telah berstatus dibekukan oleh Rektorat. Bintang kemudian bertanya kenapa tidak bisa diproses sedangkan SK pembekuan belum keluar? Hendro menjawab ini intruksi lisan dari Rektorat. Di kesempatan ini Hendro juga menyampaikan hal senada dengan Fadlil bahwa Poros selalu menjelek-jelekkan kampus dan menuduh kami yang ada di Poros tidak suka dengan UAD.
***
Jumat (29/4) sekitar pukul 10.00 Bintang beserta Fara datang ke ruang Rektorat untuk menemui Safar, Wakil Rektor II. Kedatangan kami bertujuan untuk menanyakan kembali niat rektorat membekukan Poros. Namun waktu itu penerima tamu mengatakan Safar sedang ada rapat. Bintang memutuskan untuk menemuinya lagi sehabis shalat Jumat. Sekitar pukul 12.00 WIB Bintang menunggu Safar keluar dari masjid kampus. Setelah keluar Bintang menghampirinya dan menanyakan alasan kampus membekukan Poros. Berbicara sambil berjalan, tidak terasa kami telah tiba di ruang rektorat. Waktu itu Fadlil juga sedang berada di ruangannya. Mengetahui hal itu Safar kemudian mengajak Bintang masuk ruangan Fadlil. Akhirnya kumpulah kami dalam satu ruangan.
Tidak jauh berbeda dengan Fadlil, Safar mengatakan apa yang kami lakukan (Baca: beritakan) adalah salah. Safar bahkan mempertanyakan pertanggungjawaban Poros di akhirat nantinya. Mereka menakutkan jika anggota Poros lulus dari kampus kemudian akan berada di jalan yang salah. Fadlil dengan suara menghardik dan hentakan tangan di meja berujar bahwa kami telah keterlaluan dan pemberitaan kami justru meruntuhkan kampus. Berdasar pertimbangan ini, kampus tetap berupaya membekukan Pers Mahasiswa Poros. Safar mengatakan Poros sudah tidak bisa melakukan kegiatan apapun di kampus meski belum ada SK. Safar melanjutkan pembekuan ini instruksi rektor dan SK sedang dalam proses.
Narahubung:
Lalu Bintang Wahyu Putra (Pimpinan Umum +6285740216471)
Fara Dewi Tawainella (Pimpinan Redaksi +6285254968851)

MEDIA UNRAM, DI INTIMIDASI

Ppmidkmadura, Unram – Unit kegiatan Pers Kampus Mahasiswa (UKPKM) Media, Universitas Mataram (Unram) di mintak untuk angkat kaki dari sekretariat UKPKM Media, serta membekukan UKPKM Media.

Hal tersebut disampaikan Musanif selaku Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan Unram, saat berkunjung ke gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), (29/10) sekitar pukul 08.00 Wita. Dia memintak crew Media untuk mengosongkan seketariatnya, paling lambat hari minggu, (1/11) besok.

Pimpinan Umum UKPKM Media, Sulton Anwar yang pada saat itu berada di sekretariat menanyakan pengusiran tersebut. “Sudah tidak ada yang perlu di bahas lagi”, ujar Sulton menirukan omongan Musanif.

Sebelumnnya isu pembekuan UKPKM Media sudah berlangsung beberapa waktu yang lalu. Sabtu (3/10) lalu, usaha sudah dilakukan dengan berdialog dengan Wakil Rektor (WR) III. “tahun ini UKPKM Media di bekukan” ucap WR III.
“Di bekukannya UKPKM Media, karena selama ini konten pemberitaan Media sarat dengan muatan kritik,” lanjutnya.

Dakam pertemuan dengan WR III tersebut, WR III hanya menyampaikan apa yang sudah menjadi keputusan Rektor Unram. Pengurus Media yang melayangkan surat kepada Rektor Unram untuk berdialog masalah pembekuan ternyata tidak ada tanggapan. “malahan kami disuruh mengosongkan sekretariat,” ungkap Sulton

“Selama ini, kami di mintak untuk menulis pemberitaan tentang kamu yang sifatnya baik-baik, tidak boleh mengkritik, karena menurut rektor itu tidak sejalan dengan semangat lahirnya Pers Mahasiswa,” lanjutnya Sulton

“Seharusnya sebagai orang berpendidikan, kami di ajak menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah dan dengan jalan yang baik, jangan main usir saja,” sesalnya.

Menelisik belakangan ini, keberadaan Pers Mahasiswa mengalami kasus yang menghambat kreatifitas pers mahasiswa sebagai agen of change, beberapa kasus tersebut di alami oleh LPM Aksara Fakultas Ilmu Keislamaan, Universitas Trunojoyo Madura yang di bredel oleh DPM terkait dengan tulisan Konon, ada Surat kaleng!! . dan Majalah Lentera yang di tarik peredarannya serta adanya intimidasi dari pihak rektorat kasus mahalah Lentera yang berjudul Salatiga Kota Merah.

Beberapa kasus yang di alami Pers Mahasiswa, mengisaratkan pendidkan saat ini, di ajarkan untuk menjadi penguasa yang diktator, padahal negara ini menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sebagai salah satu dasar negara Demokrasi. 

Sumber : mediaunram.com

Dewan Pers, Menaggapi Kasus Majalah Lentera

Ppmidkmadura, - Beberapa hari kemarin, di kejutkan dengan penarikan majalah Lentera – Salatiga Kota Merah (red), Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi (Fisikom) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, oleh pihak kepolisian setempat.
Menanggapi hal tersebut, beberapa pihak yang mengatas namakan Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM). Melayangkan surat kepada Dewan Pers bertanggal 21 Oktober 2015. Hal tersebut menuai tanggapan dari Dewan Pers terkait penarikan majalah lentera.
Tanggapan Dewan Pers tersebut, melayangkan surat kepada John Titaley selaku Rektor UKSW Salatiga. Dalam isu surat nya, Dewan Pers menyatakan bahwa adanya Intimidasi terhadap pengelola majalah Lentera yang notabene merupakan mahasiswa UKSW Salatiga. Untuk itu Dewan Pers memintak kejelasan terkait kasus majalah Lentera. Serta mengirim delegasi dari Dewan Pers terkait dengan kasus majalah Lentera ke Salatiga.